SEKILAS SEJARAH MUSHAF RASM UTSMANI
Pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan r.a, wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam sudah menjangkau hingga Asia Timur. Bagi para sahabat pada masa itu, bila tiba waktu shalat, maka salah satu diantara mereka akan dipilih untuk menjadi imam shalat berjamaah. Dalam kondisi inilah disadari adanya perbedaan qiraat atau cara mengucapkan lafadz-lafadz Al Quran, yang dibaca oleh sahabat yang menjadi imam pada saat shalat berjamaah berlangsung.
Hal tersebut sangat dikhawatirkan oleh Khuzaifah bin Yaman, yaitu sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat dipercaya oleh Nabi dalam menyimpan rahasia dan dalam menyelidiki suatu permasalahan yang terjadi diantara kaum muslimin. Beliau khawatir bahwa perbedaan itu akan menimbulkan perselisihan dan dapat mengarah kepada perpecahan diantara umat. Perbedaan qiraat itu sendiri terjadi karena memang pada awal dakwah, Rasulullah memperbolehkan orang-orang islam untuk membaca Al Quran dengan dialek mereka masing-masing.
Maka Khuzaifah bin Yaman kemudian melaprkan keadaan ini kepada Khalifah Amir Al Mukminin, Utsman bin Affan r.a. Kemudian Khalifah Utsman bin Affan r.a, membuat sebuah kebijakan untuk membuat satu dialek saja, agar diantara orang-orang islam tidak ada perdebatan dalam bacaan Al-Quran.
Khalifah Utsman lalu meminta pertolongan beberapa shahabat, untuk mengumpulkan mushaf-mushaf Al-Quran dan menyusunnya berdasarkan kesepakatan bersama, kedalam satu mushaf saja, untuk mencegah perselisihan diantara umat Islam, yang kemudian dinamai dengan nama Mushaf Rasm Utsmani.
Setelah selesai, Khalifah Utsman mengirimkan mushaf tersebut kebeberapa daerah disertai seorang qari’, yang sesuai dengan dialek daerah tersebut, agar tidak terjadi kesulitan bagi penduduk setempat untuk belajar dari lidahnya. Seperti Zaid bin Tsabit beserta mushaf Rasm Utsmani yang baru tersebut dikirim ke Madinah, Abdullah bin Said Al-makhzumi ke Makkah, Mughirah bin Shihab ke Negeri Syam, Abdurrahman bin Salami ke Kuffah dan Amir bin Abdi Qais ke Basrah.
Kemudian dari merekalah banyak terlahir generasi-generasi baru ahli qiraat yang akhirnya di percaya oleh umat untuk mengajari generasi selanjutnya sampai periode tabiin dan tabi’ tabiin. Demikianlah Mushaf Rasm Utsmani akhirnya menjadi sebuah standar keotentikan Al Quran dan diterimanya suatu qiraat, yang berlangsung pada tahun 30 H.
Jadi dapat di katakan Mushaf Rasm Utsmani ini merupakan perekat kerangka lafal-lafal wahyu yang di ucapkan Rasul dalam bentuk tulisan yang terjaga di atas kertas, terkumpul dalam satu kitab dan dapat dijamin keotentikannya dari rasul. Sehingga wajar dan layak untuk dijadikan standar pegangan umat islam termasuk dalam qiraat.
Kata Rasm artinya bekas atau peninggalan, kata lain yang sama artinya adalah al-khottu, al-kitabatu, az-zabaru, asy–syaqoru, ar-roqmu, dan ar-rosymu. Semua berarti tulisan, kaitanya dengan arti dasar tersebut bahwa seorang penulis yang telah menggoreskan penanya, maka ia akan meninggalkan bekas pada tulisannya itu.
Dalam kitab Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an (kitab karya ulama besar pakar ilmu Tafsir dan Hadits pada Universitas al-Azhar Kairo-Mesir, Syeikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani), disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Rasm al-Qur’an atau al-Mushaf adalah:
رَسْمُ المصحفِ يُرَادُ به الوَضْعُ الذِى ارتَضَاه عُثمَان رضِى الله عَنْهُ فى كِتَابَةِ كَلِمَاتِ القُرانِ وحُرُوْفِ
“Rasm Mushaf yang dimaksud disini adalah kaidah yang disepakati oleh Utsman RA dalam penulisan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan hurufnya”
pondokislam.com
Komentar
Posting Komentar