Menjadi Ibu Itu Mudah, Menjadi Sahabat Anak Baru Luar Biasa
Menjadi seorang ibu adalah anugerah. Ketika perempuan telah memiliki seorang anak, maka secara alamiah, naluri keibuannya akan muncul dengan sendirinya.
Naluri melindungi, merawat, memberi kasih sayang dan menjaga sang buah hati sudah pasti akan melekat pada diri seorang perempuan berlabel ibu. Maka tidak dapat disangkal, bahkan tanpa belajar pun, setiap perempuan yang telah menjadi seorang ibu akan bisa memainkan perannya dan seorang ibu harus bisa menjadi apa saja untuk anaknya.
Pada kenyataannya, urusan ibu tak akan jauh dari urusan rumahtangga.
Tentang bagaimana mengatur kebutuhan makan keluarga, mengelola keuangan keluarga, mendidik anak-anak, mengurus kebersihan dan kerapihan tempat tinggal sampai pada urusan menjaga keutuhan rumahtangga.
Kalau boleh saya bilang, master manajemen kehidupan sesungguhnya ya seorang ibu!
Alloh memberikan anugerah alami kemampuan bagi seorang ibu untuk menjalankan perannya dalam keluarga dan menganugerahi kemampuan ganda pada seorang perempuan bernama ibu untuk mengelola rumah tangganya.
Perempuan yg dulunya pendiam, ketika menjadi ibu otomatis menjadi cerewet. Perempuan yang dulunya kurang peduli pada anak-anak, saat menjadi ibu otomatis paling khawatir saat anaknya sakit bahkan perempuan yang dulunya penakut, ketika menjadi ibu otomatis paling marah jika anaknya diganggu.
Itulah naluri seorang ibu.
Naluri yang tumbuh tanpa direncanakan. Naluri yang bekerja tanpa dibuat-buat. Naluri yang didapatkan langsung dari Robb nya.
Jadi, sejatinya para ibu tak pantas jika harus mengeluh dengan perannya.
Tak pantas jika ibu mempertanyakan balasan atas segala perannya.
Lelah? Sudah pasti.
Tapi tahukan para ibu, jika lelah itu akan terbayar lunas saat melihat anak-anak tumbuh menjadi sholih dan sholihah.
faktanya, menjadi ibu itu mudah bukan? Dengan menyiapkan segala keperluan anak, mendidik anak, memenuhi kebutuhan kasih sayang anak, saya rasa itu sudah bisa mendapat nilai 8.
Berani lelah, berani cerewet, berani kuat dan tabah, berani memperjuangkan, bertambah lagi nilainya menjadi 9.
Mudah bukan?
Lantas yang sulit apa?
Menjadi ibu itu mudah, yang sulit adalah ketika ibu dituntut harus bisa menjadi sahabat bagi anak.
Ibu harus bisa blended dengan dunia anak. Menjadi kawan dan sahabat yang asyik bagi anak.
Menjadi sahabat anak, terutama saat anak berada pada fase usia tanggung dan remaja adalah hal penting yang harus dilakukan bagi para orangtua, khususnya ibu.
Pada fase usia tanggung dan remaja, anak membutuhkan sosok pendamping yang bukan hanya bisa "menasehati" dan "menggurui" tapi juga harus mampu "memahami".
Di sinilah, peran ibu sebagai sahabat anak akan diuji.
Kemampuan ibu dalam menjaga "kedekatan" dengan sang anak bukan sesuatu yang datang tiba-tiba layaknya naluri seorang ibu.
Kebisaan ibu menjadi sahabat anak dibutuhkan skill yang didapatkan dengan cara belajar.
Ya, agar bisa menjadi sahabat anak, ibu harus banyak belajar, banyak berlatih, banyak membaca, banyak membuka hati dan pikiran tentang dunia "selain ibu" sehingga ibu memiliki sense of empathy terhadap anak.
Dengan demikian, ibu akan lebih mudah menerima "perbedaan", memahami "keunikan" dan bisa melakukan kontrol pada anak tanpa harus "melukai" masa-masa kehidupan mereka.
Ibu yang kerap marah ketika anak melakukan kesalahan itu banyak, tapi ibu yang bisa menyadarkan anak atas segala kesalahannya masih langka.
Ibu yang melarang anaknya ini itu, hampir semua,tapi ibu yang membebaskan anaknya berkreasi tapi tetap mampu melakukan kontrol dengan baik, itu juga masih langka.
Dan ibu yang posesif itu adalah rata-rata, tapi ibu yang selalu punya waktu mendengar dan memahami curahan hati anak itu masih berada dalam hitungan jari.
Sebagian besar ibu selalu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mendominasi terhadap sang anak.
Mengatur, menentukan, memilihkan bahkan dalam hal pengambilan keputusan. Dan semua itu dilakukan dengan dalih rasa kasih sayang serta kekhawatiran seorang ibu terhadap anaknya.
Tidak ada yang salah, tapi ibu kerap lupa bahwa anak bukan duplikat ibunya.
Oleh karena itu, ibu harus mampu menjadi sosok yang dapat mendampingi anak dalam kehidupannya tanpa membatasi secara penuh pemikiran dan pribadi anak.
Satu-satunya cara agar seorang ibu dapat menjadi pendamping terbaik bagi anak adalah dengan memposisikan dirinya sebagai sahabat bagi anak.
Ya, ibu harus membuang ego, membuang sentimentil, menurunkan dominasi agar pada waktu tertentu ibu dapat berada pada posisi yang sejajar dengan anak.
Dengan posisi yang sejajar, ibu akan lebih mudah "dekat" dengan anak, ibu akan lebih mudah menjadi pendengar yang baik, ibu akan lebih mudah memberi advice pada anak.
Dan anak akan merasa nyaman bercerita, anak akan merasa dihargai, anak akan merasa bahwa ibu adalah sosok yang paling memahami dirinya.
Bonding seperti ini akan menumbuhkan rasa kepercayaan diri sang anak, bahwa ia mematuhi ibu bukan karena takut tapi karena rasa hormat dan tanggungjawab.
Betapa hebatnya Rosul dalam memberi bimbingan kepada kita dalam mendidik anak.Dimana beliau membaginya dalam 3 fase,dimulai fase amir(raja),asir(tawanan) dan wazir(sahabat).
Pembagian fase usia tersebut merupakan arahan berkomunikasi dengan anak serta tahapan pendidikan dengan metode pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat, sebagaimana dijelaskan oleh Rasululloh saw : "Berbicaralah dengan manusia sesuai kemampuan intelektualnya,berbicaralah dengan manusia dengan bahasa mereka,posisikan manusia sesuai dengan posisinya masing-masing" (Hadits-hadits Nabi saw).
Bisakah kita menjadi sahabat untuk anak anak kita??
#selfreminder#ummu saif#
Komentar
Posting Komentar