LANDASI PERNIKAHAN DENGAN IMAN
Jika menikah hanya dilandasi oleh rasa saling mencintai, "Lalu di mana kedudukan iman?" begitu pesan Umar ibn Khattab.
Betapa banyak yang katanya saling mencintai tetapi pernikahan mereka justru tidak barokah bahkan berakhir dengan cekcok maupun perceraian.
Karena iman, Rasululloh sabar ketika di rumah hanya tersedia cuka lalu memakannya.
Karena iman, Ali ibn Thalib sabar menjadi kuli menimba air dengan upah segenggam kurma.
Karena iman, Fathimah az-Zahra sabar menggiling gandum hingga tanganya melepuh.
Pernikahan, sungguh tak seindah apa yang dikatakan para motivator atau pun buku-buku pranikah.
Akan banyak cobaan dan ujian. Maka pahamilah, rasa cinta kadang tak bisa ikut berperang. Hanya iman yang dengan pedang kesabaran dikala susah dan senjata syukur dikala senang yang mampu manghadapi bala ujian dan cobaan itu.
Oleh karenanya, boleh-boleh saja menikah karena saling mencintai namun pastikan, perasaan itu hanya menjadi makmum. Iman-lah yang harus menjadi imam-nya....pahamilah.
Tak semua cinta melahirkan iman tapi semua iman, in syaa Alloh akan melahirkan cinta.
Cinta abadi tidak kenal hari, bulan atau tempat. Namun cinta abadi yang dilandasi oleh iman akan abadi hingga hari akhir nanti.
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Orang yang saling mencintai pada hari itu (hari qiyamat) akan saling memusuhi kecuali orang-orang yg cintanya karena alasan takwa”
(QS. Az Zukhruf: 67)
Komentar
Posting Komentar