Deepest Note
Setiap orang tua pasti menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Begitupun dengan pertimbangan untuk menyekolahkan anak di pondok pesantren atau tidak.
Rentetan "pertanyaan miring" soal "kredibilitas" salah satu pondok pesantren, yang katanya sebagai penjamin mutu pendidikan, sering saya terima dari lingkungan pertemanan bahkan lingkungan keluarga sekalipun. Saya mencoba bersikap netral dengan rentetan "pertanyaan miring" tersebut, itu hak masing-masing orangtua 😊
Pondok pesantren, tentu bukan pilihan satu-satunya yang terbaik bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya. Mengingat setiap orang tua dapat memaknai proses pendidikan sesuai nilai-nilai kehidupan yang mereka yakini. Tentunya faktor lingkungan dan background "keilmu-an" orang tua juga sangat berpengaruh.
Orang tua yang menyekolahkan anaknya ke pesantren kadang dianggap malas mendidik dan merasa sudah tidak sanggup mendidik sendiri, akhirnya diserahkan kepada pesantren begitu saja. Ada juga yang beranggapan, jika bisa menyekolahkan anaknya ke pesantren yang sudah nampak "kredibilitas" nya maka jaminan sebuah keberhasilan, subhanalloh.
Sebenarnya anggapan ini tidak dapat dibenarkan, sebagian orang tua juga boleh tidak setuju because this is just my opinion.
Kita tidak bisa menghakimi apa yang menjadi keputusan orang lain hanya karena anggapan kebenaran versi kita sendiri.
Hilangkan mental rivalitas. Mental yang menganggap apa saja kompetisi, termasuk pilihan tempat untuk mendidik.
"Ngapain anaknya disuruh mondok, mau jadi apa nanti? Kan kerjaannya cuma ngaji doang."
Sebagai orang tua, justru kita tidak boleh menuntut anak untuk “jadi apa”. Seperti nasihat lama dari Ali Bin Abi Thalib, “Jangan paksa anakmu untuk menjadi seperti dirimu, karena mereka tidak terlahir di zamanmu.”
“Lah kok dipondokin disitu, kau tak takut nanti hasilnya seperti dia“. Sebagai orangtua netral aja ya memberi penilaian yang embel-embelnya "kredibilitas".
“Kenapa tak kau masukkan anakmu dipesantren, kan lebih terjaga pergaulannya“. Sebagai orangtua tentu akan menerima dengan hati terbuka ucapan ini, tapi ingat ya dengan sebuah kata "paksaan" dalam arti yang sebenarnya 💕
Tenang umma, di pondok pesantren itu kegiatannya tidak hanya mengaji. Kalau hanya mengaji itu bukan mondok namanya, melainkan tahlilan.
Perlu diketahui bahwasannya pondok pesantren tak ubahnya sekolah seperti sekolah pada umumnya, hanya porsi pelajaran agama Islamnya memang lebih banyak daripada di sekolah umum.
Menyekolahkan anak baik di pesantren atau bukan tujuannya untuk menuntut ilmu, bukan untuk mencari pekerjaan atau menuntut anak untuk memiliki profesi tertentu.
Lha dipikir pondok pesantren iki “Job Fair” po piye to?
Urusan anak bekerja, sebagai bonus dari disiplin ilmu yang mereka tekuni.
Apabila tujuan orang tua menjadikan anaknya hafidz atau hafidzah ya mungkin harus di pondok pesantren, bukan sekolah umum karena porsi belajar Al-Qur’annya berbeda.
last but not least...
Apa-pun keputusan orangtua untuk menyekolahkan anak adalah baik, awali niat untuk mencari Ridho Alloh.
Di pesantren yang "kredibilitas" nya tdk diragukan atau di pesantren yang blm diakui "kredibilitas" nya oleh sebagian orang, mungkin juga keputusan untuk menyekolahkan diluar pesantren, pasti semua akan ada hikmah yg bisa dipetik.
Bukankah nanti yang dimintai pertanggungjawaban atas pendidikan anak tetaplah orang tua🤔😞
NOTE📌📌 Untuk bisa betah dan nyaman di pesantren, baik anak dan orang tua akan melewati fase yg tidak gampang.🥰😍
Komentar
Posting Komentar