URUTAN SHALAT KETIKA DIJAMA’

Terkait syari’at menjama’ shalat adalah hukum mengurutkan shalat yang dijama’, baik jama’ shalat itu dilakukan pada waktu shalat yang pertama atau pada waktu shalat yang kedua, baik ketika berada di Arafah, di Muzdalifah atau tempat-tempat lainnya.

Para Ulama ahli fikih dari empat mazhab sepakat tentang disyari’atkannya untuk mengurutkan pelaksanaan dua shalat yang dijama’, karena syariat telah menetapkan waktu shalat secara berurutan. Sehingga ketika menjama’ shalat Zhuhur dan shalat Ashar, maka shalat Zhuhur terlebih dahulu dikerjakan baru setelah itu shalat Ashar. Ketika shalat Maghrib dan Isya’ dijama’, maka shalat Maghrib didahulukan.

Mereka juga sepakat atau tidak berselisih pendapat dalam masalah kewajiban mengurutkan dua shalat yang dijama’, jika dua shalat itu dikerjakan pada waktu shalat yang pertama, yang disebut dengan jama’ taqdîm, bahkan mereka menjadikannya sebagai syarat sah. Misalnya, shalat Zhuhur dan shalat Ashar dijama’ dan dilakukan pada waktu shalat Zhuhur, maka ketika itu shalat Zhuhur wajib dikerjakan terlebih dahulu, setelah itu baru memulai shalat Ashar dengan takbiratul ihram. Begitu juga, jika shalat Maghrib dan Isya dijama’. Jika dalam jama’ taqdîm, shalat kedua dikerjakan terlebih dahulu, maka shalatnya tidak sah. Misalnya, shalat Maghrib dan shalat Isya’ dijama’ lalu shalat Isya’ dikerjakan terlebih dahulu, padahal jama’ itu dikerjakan pada waktu shalat Maghrib, maka ini tidak sah.[3]

Mana Yang Didahulukan Dalam Jama’ Ta’khîr?

Yang diperselisihkan oleh para Ulama adalah urutan shalat dalam jama’ ta’khîr[4]. Apakah mengurutkan shalat yang dijama’ dengan sistem jama’ ta’khir itu merupakan hal yang wajib dan menjadi syarat sah atau tidak?

Dalam permasalahan ini ada dua pendapat para Ulama:

Pendapat pertama: Urut dalam pelaksanaan dua shalat yang dijama’ dengan cara jamak ta’khîr hukumnya wajib dan menjadi syarat sah. Ini adalah pendapat mazhab Hanafiyah[5], Mâlikiyah[6] dan Hanâbilah[7].

Diantara dalil pendapat ini adalah semua hadits yang dinukilkan dari Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjama’ shalat, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melaksanakannya secara berurutan. Contohnya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ shalat Zhuhur dan shalat Ashar di Arafah secara berurutan sebagaimana dijelaskan dalam hadits Jâbir bin Abdillâh Radhiyallahu anhu yang panjang tentang tata cara haji Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan:

ثُمَّ أَذَّنَ، ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ، وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

Kemudian dia mengumandangkan adzan, kemudian iqamah lalu shalat Zhuhur, kemudian iqamah lagi untuk shalat Ashar dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan shalat lainnya diantara keduanya. [HR. Muslim no. 147]

Disamping juga, ada perintah dari Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar umatnya mengikuti cara shalat Beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

Shalatlah kalian sebagaimana kalian telah melihatku shalat. [HR. Al-Bukhâri no. 605]

Pendapat ini memberikan alasan tentang wajibnya mendahulukan shalat pertama pada jamak taqdim bahwa shalat yang kedua sebenarnya belum masuk waktunya dan dibolehkan karena ikut dengan shalat yang pertama dan yang ikut tidak boleh mendahului yang diikuti.

Ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin wajib menunaikan shalat secara berurutan sesuai dengan urutan waktunya. Artinya, shalat Zhuhur wajib dikerjakan terlebih dahulu, setelah itu, baru shalat Ashar dikerjakan.

Pendapat kedua: Urut dalam pelaksanaaan dua shalat yang dijama’ dengan cara jamak ta’khîr hukumnya sunnah, tidak wajib dan bukan syarat sah. Sehingga apabila shalat yang kedua dilaksanakan terlebih dahulu baru shalat yang pertama, maka shalat yang dijama’ itu sah. Ini adalah pendapat Ulama yang bermazhab Syâfi’iyah.[8]

Mereka berpendapat tidak wajib urut dalam jamak ta’khîr, karena waktu saat jama’ itu dilaksanakan adalah waktu untuk shalat yang kedua, sehingga apabila shalat kedua itu dikerjakan terlebih dahulu berarti dia telah melaksanakan shalat itu pada waktunya.

Manakah Diantara Pendapat Di Atas Yang Râjih (Lebih Kuat)

Dr. Abdullâh bin Shâlih al-Kanhâl[9] dan Syaikh Kamâl bin Sayyid Salîm[10] merajihkan pendapat yang pertama. Dengan alasan, shalat lima waktu itu diwajibkan secara urut sesuai waktunya sehingga shalat-shalat itu wajib dilaksanakan sesuai dengan urutan yang telah ditetapkan syari’at. Apabila ada keringanan menjama’ dua shalat dalam satu waktu karena ada udzur (alasan yang dibenarkan syari’at-red), maka mestinya mencukupkan diri dengan sebab keringanan tersebut dan tidak dalam urutan shalatnya. Karena tidak ada dalil yang jelas tentang bolehnya melaksanakan shalat secara tidak berurutan. Alasan lainnya adalah keringanan bolehnya menjama’ shalat dalam rangka mempermudah dan menghilangkan kesulitan (al-haraj) dan tidak dalam kewajiban mengurutkan shalat yang dijamak.

Demikianlah pendapat yang râjih dalam masalah ini.
Wallâhu ‘alam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIX/1437H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote

[3] lihat Bada’i Shana’i 2/152, al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 4/374 dan al-Inshaaf 2/345-346.

[4] Jama’ ta’khîr yaitu menjama’ atau menggabungkan pelaksanaan dua shalat yang diperbolehkan dalam satu waktu dan dikerjakan pada waktu shalat yang kedua, misalnya menjama’ shalat Zhuhur dan Ashar dan kedua shalat itu dikerjakan pada waktu shalat Ashar-red

[5] lihat Fathul Qadîr, 2/172

[6] lihat Bidâyatul Mujtahid, 1/219-220.

[7] lihat Syarh Muntahal Irâdat 1/282

[8] lihat al-Majmû’ 4/374-376 dan Mughnil Muhtâj 1/272-273

[9] lihat at-tartib Fil ‘Ibâdât Fil Fiqhil Islami 1/308.

[10] lihat Shahîh Fiqh Sunnah 1/496

Sumber: https://almanhaj.or.id/6492-haruskah-urut-dalam-pelaksanaan-shalat-fardhu.html

Komentar

Postingan Populer